Rabu, 26 Agustus 2009

Cinta Milik Siapa saja



Kaos oblong merk swan kumal. Awalnya warna kaos itu jelas putih dan bersih. Tetapi sekarang saat kaos itu melekat ditubuh Paidi berubah menjadi coklat. Kalau dulu ketika keluar dari pabriknya tentu kaos itu berbau khas katun. Tetapi entah sekarang saat Paidi menggunakannya kaos itu berbau apa?


Saat melihat jam di dinding kantor pasar, menunjukkan pukul setengan enam pagi, Paidi mulai cemas. Karena tugas rutinnya sebagai tukang sapu di pasar “tiban” itu belum kelar. Matanya sayu karena mengantuk. Pikiran masih gusar, tidak seperti biasanya, tegar dan selalu riang meski dengan gaji 200 ribu sebulan itu atas iuran pedagang di pasar tiban itu.


Sudah beberapa orang pedagang menyapanya tetapi tugas pokoknya juga belum selesai. Ada perasaan yang memalaskan untuk bekerja. Ada tugas yang memerlukan keberanian mental menyelesaikannya. Kalau tidak sendi-sendi kehidupanyapun akan rapuh!


Paidi 28 tahun, SD pun tak tamat. Orang tuanya dua-dua telah tiada. Saudara satu-satunnya kehidupannya tak lebih baik dari padanya. Kepada siapa menyelesaikan kasus berat daripada menyapu 20 kali halaman pasar ini?, pikir Paidi. Tanpa terasa dia terdiam dan pikirannya bergejolak ketika suatu ketika mengenal Salmah, anak pedagang buah di pilar tengah. Ya Salmah!


Dia tak bisa mengutarakan dan memberikan lambang cinta kepada Salmah, seperti Shah Jehan membangun Taj Mahal kepada Mumtaz Ul Zamani gadis yang kemudian menjadi isterinya. Dia bukan penyair yang menyuarakan cintanya lewat puisi. Dia hanya seorang tukang sapu yang kumal dan bau. yang mempunya naluri cinta , sama seperti Romeo kepada Julliet.


Malam, suatu ketika dia mulai mengendap-ngendap menuju pilar tengah. Malam yang sangat menyiksa seumur-umur. Bahkan dia enggan tertidur juga bermimpi. Paidi hanya bisa membayakangkannya Salmah! Gadis pilar tengah yang sangat menawan dan mengguncangkan hatinya. Tak berani berbuat apa-apa karena terhalang dosa.


Diambillah sepotong buah mentimun kecil yang sudah layu. Digoreskannya laksana pena pada media tembok pasar yang sudah tak pernah dikapur. Menggambar sebisanya, Laksana Leonardo Da Vinci melukiskan Monalisa yang misterius itu, dengan harapan Salmah mengerti apa sebenarnya makna gambar itu. Bagi Paidi pilar tengah pasar menjadi sebuah tempat yang romantis, semenjak kehadiran Salmah, anak pedagang buah.


Ach , Salmah. Paidi melamun. Gadis desa yang menyimpan kerinduan. Menyimpan harapan, terkadang meneduhkan hati kala selintas memandangya.Seperti layaknya Jack Dawson menumbuhkan benih cintanya kepada Rose dalam cerita Titanic. Indah sekali dunia.


Tetapi hanya kandas saja setiap malam tiba. Selalu gusar dan bahkan gemetar ketika bersimpangan dengan gadis keibuan itu. Apalagi, ketika melihat sosoknya Paidi sangat pesimis diterima oleh Salmah, apalagi bapaknya yang keras. Malam bagi Paidi hanya selingan dalam hidup yang berkelanjutan, besok, sekarang dan yang akan datang. Andai saja tanpa malam, masih akankah cinta itu tumbuh?


Ternyata, cinta milik siapa saja yang hidup di dunia ini. Tidak memandang profesi, martabat dan derajadnya. Cinta memang universal dan berlaku bagi siapa saja. Kadang juga buta dan egois bahkan menyengsarakan...naudzubillah! Peliahralah cintamu! (fiksi-nanang kristyo m, ilustrasi: 3.bp.blogspot.com/.../s400/Sepasang-Sejoli.jpg)

Melawan Kesombongan Dengan Kepolosan


Posted by herman.pamuji Religions, Social and Culture Thursday 28 May 2009 2:08 am

Ada seorang lelaki yang terkenal sangat sombong. Ia memang paling kaya, paling kuat fisiknya dan paling pandai di kotanya. Setiap hari ada saja yang dipamerkannya ke penduduk. Semua warga sering jengkel karena kesombongannya, tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa, karena mereka tidak memiliki apa yang dimiliki pemuda itu.


Suatu hari, sang lelaki membangun sebuah panggung di tengah-tengah kota. Lalu dia berteriak dengan lantang,“Hai semuanya, aku menantang kalian semua. Jika ada di antara kalian yang mampu mengalahkan kepandaianku, akan kuberikan seluruh hartaku.”


Warga yang menyaksikan hanya diam, ada yang geleng-geleng kepala, ada yang memandang sinis, ada juga yang tak mempedulikannya.Lalu…seorang anak kecil mendadak naik ke atas panggung. Sang lelaki pun tertawa terbahak-bahak,“Hanya seorang anak kecil? Hahaha…ini sangatlah mudah. Tak kusangka tak ada di antara kalian yang berani.”


Pemandangan yang menarik ini membuat semakin banyak warga yang berkumpul. Penasaran mau apa anak kecil itu.


“Siapa namamu, nak?” tanya lelaki itu.
“Husein” jawab sang anak.
“Jadi apa yang kau miliki yang menurutmu bisa mengalahkan aku?” tanya lelaki itu.
“Tidak ada. Keluargaku tidak kaya, badanku juga tak sekuat dirimu. Dan aku juga tak sekolah. Hanya orangtuakulah yang mengajarkan segala kebajikan.”
“Hahahaha… Begitu..lalu mengapa kau naik ke atas sini?”
“Aku hanya ingin bertanya.”
“Oya? Apa yang mau kau tanyakan?”
“Apa kau memiliki banyak emas?”
“Hahaha..tentu saja. Jika mau bisa kubeli seluruh rumah disini.”
“Apa ada yang tidak bisa kau beli?”
“Semua bisa aku beli. Tak ada satupun yang tak bisa kubeli.”
“Jika Allah menjual udara yang kau hirup, apa kau mampu membelinya?”


Sang lelaki terkejut..tak menyangka si bocah bertanya seperti itu. Ia tidak bisa menjawab. Hanya diam. Warga yang menyaksikan mulai sedikit ribut, beberapa malah menertawakannya.Sang anak kecil tak menunggu jawaban lelaki itu.


“Apa kau lebih kuat dari seekor singa?”
“Tentu saja. Aku pernah membunuh seekor singa dengan tangan kosong.”
“Apa kau lebih kuat dari seekor gajah?”
“Tentu saja. Aku pernah membunuhnya hanya dengan sekali memanah.”
“Apa kau lebih kuat dari Allah yang akan menggulung langit dan menghancurkan bumi saat hari kiamat?”


Sang lelaki terdiam lagi..entah apa dia tak mau menjawab atau tak mampu menjawab. Kerumunan warga semakin ramai. Suara mereka mulai saling bersahutan.Sang anak kecil tak menunggu jawaban.


“Apa saja ilmu yang kau miliki?”
“Semua telah kupelajari. Aku telah berguru pada banyak orang.”
“Surat Luqman ayat 27 :Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”


“Apakah ilmu anda sebanyak lautan?”


Sang lelaki kembali terdiam..Kerumunan warga bersorak gembira. Akhirnya ada yang mengalahkan kesombongan lelaki itu. Yang tak disangka seorang bocahlah yang mengalahkannya. Dengan tertunduk malu sang lelaki mengakui kekalahannya dan menyerahkan hartanya pada sang bocah. Tetapi sang bocah membaginya kepada semua warga.


Seringkali kesombongan justru dipatahkan oleh sesuatu yang kita anggap remeh. Dan yang paling menyakitkan bagi si sombong adalah bila ia dipermalukan di depan umum oleh orang yang lebih lemah dari dirinya.

Album Reuni SMA -ku